Kamis, 23 September 2021

dipaksa selesai.

Aku kira kita telah sama-sama dewasa untuk mengerti “perbedaan.”

Perbedaan bukan hal yang harus dihindari dan juga bukan kerumitan dari masalah-masalah tak berarti.

Kita sebelumnya sudah sama-sama belajar untuk tahu bahwa kau dan keinginan kita pada akhirnya akan dipaksa untuk satu. Satu langkah dan satu tujuan.

Tapi mengapa kau selalu mengambil jalan dipersimpangan untuk mengurus urusanmu sendiri? Tidakkah berarti lagi isi kepalaku ini?

Aku tidak pernah mau untuk memaksamu mengerti, mendikte satu persatu pikiran atau melebur kekuatanmu hingga padam. Bahkan sudah berpuluh kali persoalan itu kita bicarakan mungkin hingga mendengarnya pun kau sudah bosan.

Aku tahu takkan pernah ada usaha yang akan berakhir sia-sia, tapi jika harus dipaksakan terlalu cepat apakah akan berakhir indah pula?

Bukannya aku tak mengerti, bukannya aku ingin egois mempertaruhkan semua perjuanganmu. Bukan aku yang serakah hanya ingin didengarkan. Tapi ini soal kesepakatan bersama.

Ternyata dari rumitnya pikiran kita yang berselisih, lebih rumit lagi persoalan masa depan. Kita yang tak punya banyak bekal harus dipaksa untuk menyelesaikan ini sekarang.

Aku tak mau ada kata berpisah, hanya saja dengan semua ketakutan dan kegelisahan yang meminta kebijakan saat ini juga, aku tak bisa berbuat apa-apa.

Percayalah, aku tak pandai mengambil keputusan diwaktu yang sulit.

Entahlah.

Semua keraguan akhirnya berpencar, menggesa setiap elu pinta yang kau lontarkan.

Aku tahu bila jauh, pertentangan hebat akan terjadi. Bila dekat, semua akan berujung manis.

Jauh sebelum ini kita sudah berusaha membangun cerita, mengkokohkan pondasi yang mulai runtuh, agar puncaknya nanti bisa kita rasakan bersama. Hingga mewujudkan apa-apa yang menjadi harapan kita. 

Namun semua tak pernah bisa seindah bibir berkata.

Kita sama-sama sadar bahwa yang kita cari-cari selama ini adalah bagaimana cara untuk mempertahankan, bukan memperjuangkan.

Itulah kenapa, meski berat rasanya cerita ini memang dipaksa untuk diselesaikan.


Selasa, 18 Mei 2021

Episode 2 - Kala dan Elang

ELANG POV

Aku bergeming menggenggam tangan sendiri,

“begini…”

“ini bukan tentang berlebihan soal perasaan, pun aku mengerti manusia akan terus menjadi. bukan inginku untuk terlalu mencintai, semuanya tumbuh begitu saja. cinta bagiku adalah wahyu yang jatuh tak terelelak, enggan datang meski diminta, menolak pergi walau dikutuk disumpahi. aku mengerti betul apa yang terjadi pada diriku.”

“kala, meski kau berkata begitu, aku akan tetap percaya pada harapan karena anggun harapan aku kini sampai dihadapanmu. mungkin aku mengerti bahwa kekhawatiranmu adalah kekecewaan rupa kesakitan, tapi bukan itu alasanku untuk bisa berhenti percaya. merasakan sakit dan kecewa adalah bukti kemanusiaanku, bukti masih adanya hati yang merasa. Kau tau? harapan menjadi satu satunya alasanku untuk tidak bersedih disetiap datangnya pagi.”

“bagaimana bisa kau mencintai tanpa tau detail?" Kala mengernyitkan dahinya, terlihat ia tampak ragu.

“Bagiku ada 2 orang Kala, satu Kala yang kini duduk dihadapanku, dan satu lagi Kala yang berdiam dipikiranku. aku memutuskan untuk jatuh cinta hanya dengan 1 Kala, yaitu Kala yang kini duduk mendengarkanku berbicara. hanya dengan begitu, aku bisa mencintai dan terlepas dari baik buruk, menyadari yang aku cintai adalah manusia yang hidup, bukan pikiran yang berhenti. aku tidak butuh detail untuk bisa mencintaimu, semata karena aku percaya perasaan ini adalah pemberian, bukan diciptakan. untuk hidup didalamnya adalah harapan.”

Kala mulai mendengarkan ku secara seksama, deru nafas kini menjadi tak karuan. Gadis yang terlihat seperti anak kecil itu tadi enggan menatap ke arahku tapi kini wajahnya memandang seperti meratapi dengan berbelas kasihan. 

“Munafik rasanya jika aku tak ingin kau merasakan hal yang sama, beruntung aku cukup tau diri untuk bisa menghargai bahwa hubungan adalah tentang 2 orang yang saling menerima dan memberi. Perasanmu, biarlah milikmu, begitupun aku. sepertinya harapan akan selalu menjadi harapan, dan itu sama sekali tidak mengapa bagiku."

“ohiya, ingin sekali aku membacakan sepotong larik puisi Chairil, sebelum nanti kita berpisah..…"

Aku memejamkan mata sekilas mengingat bait demi bait puisi Chairil Anwar.

"Hidup hanya menunda kekalahan...
Tambah terasing dari cinta sekolah rendah
Dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan,
Sebelum pada akhirnya kita menyerah,”

"sampai kini aku pun kurang begitu mengerti maksud puisi itu, aku hanya suka penyusunan katanya, cantik bukan?"



KALA POV 

Aku terdiam cukup lama, memandang entah ke arah mana. semilir angin seperti tak bisa lagi memecah kesunyian, yang ku tahu udara seperti tak lagi terasa nyata. 

Apa yang telah disampaikan Elang membuatku kikuk, bagiku dia sangat menarik. Tapi aku belum sampai pada perasaan inti nya. Aku melepaskan nafas panjang sebelum akhirnya berbicara, mungkin sesak apabila rasanya hal ini tak kunjung disampaikan. 

"Hmmm... Aku mengerti, bagaimana pun juga apa yang ada dihatimu itu tak bisa dielak. tak ada yang bisa melawan perasaan, siapapun atas dasar apapun. Dan aku tidak akan mungkin mengusir paksa apa yang kini sedang dirasakan orang lain, baik dan buruknya. Sejujurnya aku turut bahagia bisa dicintai dengan sosok sepertimu.

Namun seperti yang kau katakan tadi bahwa lebih baik dan akan terasa berharga jika hubungan itu dilengkapi dengan rasa saling menerima dan memberi. Take and give, begitu lebih baik bukan?"

Kini pandangan ku beralih dari permukaan tanah yang kosong ke wajahnya. Bibirku tiba-tiba terangkat tersenyum menatapnya.

"cinta itu sederhana Elang, sesederhana aku untukmu dan kau untukku, itu saja. akan tetapi cinta yang aku inginkan tidak diperkenankan untuk keegoisan, memaksakan keadaan sama saja dengan mematikan perasaan seseorang secara perlahan. awalnya saja bahagia, lama-lama juga akan menderita. dan aku tak ingin begitu.

Aku hanya ingin aku juga terlihat sebagai seseorang yang membahagiakan dengan ketulusan, bukan karena atas dasar kasian atau tak sudi meremehkan perasaan."

aku memikirkan kembali ucapannya tentang kekhawatiran, rasa sakit dan kecewa. mustahil dia bisa terus-terusan merasakan ketiganya padahal jiwanya tengah meronta-ronta. paham aku pernah berada diposisinya dan itu.. menyakitkan.

"lalu, apakah kau sudah mencintai dirimu sendiri?" 

Elang menatapku, bagaimana jikalau dia tersinggung? aku tidak berani menatap matanya.


ELANG POV
"aku setuju denganmu, bahwa cinta itu sederhana. tapi bukannya manusia yang sulit untuk sederhana? merasa cukup atas apa adanya. bukannya manusia yang memperumit sesuatu untuk tujuan yang ia pun sebenarnya tak tau? aku teringat seorang tua pernah bicara padaku tentang betapa sulit untuk menjadi sederhana, karena nafsu untuk selalu mendapatkan yang lebih apapun itu."

Tanganku terasa seperti bergetar, entah pertanda apa. Kala hanya sibuk mencabuti rumput-rumput yang berada disekitarnya. Walaupun dia tidak seserius itu mendengarkan obrolan ini, tapi aku tetap ingin menyampaikan seluruhnya. "aku tau, sederhananya kita tak akan mungkin bersatu. hanya saja, izinkan aku untuk tetap merasakan perasaan ini sebentar. agar itu cukup bagiku."

"mencintai diri sendiri adalah konsep yang tak pernah aku mengerti hingga kini. apa yang harus aku cintai dari diri? bahkan aku sulit untuk merasa bangga atas apa yang telah aku lalui, bagiku semuanya biasa saja. itu juga sebabnya aku jarang membagi apapun kepada siapapun tentang diri sendiri. aku tidak merasa bahwa aku hidup untuk diriku, mungkin itu. 

seorang dimasa lalu pernah mengatakan bahwa akan lebih bahagia melihat orang lain bahagia karena apa yang kita lakukan, banyak jalan mencapai bahagia. sepertinya itu yang paling mempengaruhiku sampai kini, hingga kadang aku abai terhadap diri sendiri, aku sadar akan itu. 

aku tumbuh dilingkungan yang seperti itu, dimana orang lain sama pentingnya dengan diri sendiri, utamanya orang orang terdekatku. pernah sekali waktu aku sedikit keras untuk memperjuangkan keinginan, aku begitu pengecut untuk mengabaikan orang lain hanya untuk memperjuangkan apa yang aku inginkan. aku menyadari bahwa banyak harapan orang lain yang juga ada pada pundakku, karena itu juga aku terlalu berhati-hati untuk tak mengecewakan harapan harapan itu. mungkin kita sedikit berbeda, tapi bagiku hidup bukan tentang diri sendiri. kita hanya punya kesempatan hidup sekali, aku tau, tapi aku memilih bukan untuk mewujudkan semua keinginanku, aku lebih memilih menjaga harapan orang lain agar tidak kecewa sebelum semuanya terlambat. aku sangat teliti dengan penyesalan. 

lalu apa itu mencintai diri sendiri? sekali lagi aku tak tau apakah aku begitu. yang aku tau, aku menerima diriku sebagaimana kekurangan, sebagaimana aku menerima bahwa hidup bukan hanya tentang kebahagiaan. banyak badai yang aku lewati sendiri, hanya untuk bertahan dari setiap kemalangan yang datang."

"berdiri disampingmu adalah keingingan terbesarku, tapi aku sadar betul bahwa keinginan kadang berakhir tetap sebagai keinginan dan aku terbiasa dengan kemungkinan pelik. aku hanya penyair murung."


KALA POV

"Elang.. akhirnya kau bercerita tentang segala hal dihidupmu. tentang kepahitan, kesedihan bahkan tentang kau yang mulai meragukan diri sendiri. 

benar katamu, yang namanya masa lalu adalah pengalaman, menjadi tempat untuk kita belajar, dari kesalahan-kesalahan yang tak pernah kita duga. masa lalu adalah perjalanan panjang yang membagikan kita waktu untuk merasakan bahagia, kecewa, penyesalan tentu dengan porsinya masing-masing. itu adalah suatu hal yang sangat amat aku nikmati. 

bukankah itu seperti kita tumbuh dari bayi menjadi balita dengan merangkak, tertatih hingga akhirnya kita tumbuh dewasa berkembang seperti sekarang ini. kita punya banyak waktu bersama orang terdekat, bertemu orang-orang, bertukar pikiran, yang awalnya sama sekali tak pernah kita kenal lalu sampai pada akhirnya kita menaruh harapan dan keinginan pada orang tersebut. 

itu semua adalah segelintir proses dari perjalanan hidup kita kan? nikmati, seperti katamu kita hanya punya kesempatan hidup sekali. memang tak semua bisa sesuai dengan apa yang kita mau. barangkali keadaan tak berjalan dengan semestinya namun percayalah semua itu tak ada yang pernah sia-sia. Kita sekarang cuma perlu berdamai dengan apa-apa yang pernah meluka."

"Tunggu, Bagaimana bisa kau mencintai orang lain tapi pada dirimu saja kau tak peduli?"

Tidak semudah itu menyampaikan persoalan ini, dengan penuh kehati-hatian aku berbicara. Aku takut saja jika menyinggung perasaannya.

"Mencari detail kehidupan seseorang itu butuh waktu Elang, sementara kau meragukan dirimu untuk dicintai.."

"Sebenarnya aku tidak pernah menginginkan untuk mengusir harapan yang sudah ditanamkan seseorang, mungkin dalam kurun waktu yang lama dan pasti membutuhkan tenaga yang tak sedikit kan? setidaknya ketika harus memikirkan mereka di malam-malam panjang." Aku tergelak, mengingat apa yang telah aku lakukan pada malam hari sebelum tidur. 

"Seseorang bebas mempunyai rasa suka maupun benci. Kau benar Elang, banyak jalan mencapai bahagia tapi bahagia bukan sekedar keinginan yang terwujud saja, lebih daripada itu. Bagiku ketika kita bisa berdiskusi pada diri sendiri, menyelesaikan pertengkaran yang tak ada habisnya, entah pada saat tiba-tiba saja mata ini menangis seketika aku bisa tertawa bahagia. Nikmat sekali ya hidup ini ternyata? meski penuh persaingan, drama tapi tetap saja indah dirasakan. Mungkin bagi orang ini konyol, tapi tidak bagiku." 

Aku tertawa getir, lebih menertawakan apa yang terjadi pada kehidupanku.

"Jika kau bisa merasakan bagaimana rasanya mencintai walaupun seseorang itu tak pernah melihatmu mungkin kau merasakan bahagia yang semu pikirmu. Padahal menjatuhkan hati itu adalah sebuah pilihan dan keputusan setiap orang. 

Dan membalas perasaan seseorang termasuk sebuah keputusan, yang cukup sulit." 

Aku menatapnya lagi, kali ini dengan serius.

"Aku tak melarangmu, teruslah bertaruh pada apapun yang ingin kamu arungi. Tetap lah berpegang teguh pada keyakinanmu. Urusan hati tak perlu kau ragu, masa depan biarlah menjadi urusan yang Maha Kuasa.

Untuk saat ini aku ingin bebas mencintai dan dicintai. bebas untuk menemui dan ditemui. Kalaupun suatu saat kita berkisah, pasti ada jalan untuk melangkah."

---------------

POV ELANG ditulis oleh orang yang berbeda.

Terimakasih sudah singgah dan membaca.

dipaksa selesai.